Malam itu gerimis kecil mulai turun, kulangkahkan kakiku melewati jalanan menuju Toko Obat yang jaraknya sekitar 100 meter dari rumah kecilku. Putri bungsuku yang baru berumur 15 hari terkena flu. Dan istriku memintaku membelikan vicks untuknya.
"Jangan lupa mampir ke Mak Wo ya Mas, kepalaku sakit sekali. Sepertinya akan terasa nyaman kalau dipijat. Kan sudah lama juga aku ga dipijat Mas.." pinta istriku sebelum aku pergi tadi.
Setelah mendapatkan vicks untuk Fina putri kecilku, aku mengetuk pintu rumah yang tak jauh dari Toko Obat Ko Aming. Kuketuk beberapa kali, namun tidak ada jawaban.
"Apa Mak Wo sudah tidur?" bisikku pelan.
Aku putuskan untuk pulang, mudah-mudahan saja sakit kepala istriku sudah membaik. Kasihan dia, mungkin kelelahan. Belum sampai lima langkah aku tinggalkan rumah Mak Wo, kudengar ada yang memanggil namaku. Aku menoleh dan kudapati perempuan yang hampir seluruh rambutnya telah memutih itu berdiri di ambang pintu rumahnya.
"Mida sakit kepala lagi Mak, bisa ke rumah sekarang?" segera aku utarakan maksudku mengetuk pintunya tadi.
"Baiklah, aku juga belum menengok anak bungsumu.Perempuan kan?" aku tersenyum mendengar pertanyaan Mak Wo.
Entahlah, setiap kali aku teringat putri bungsuku ini aku pasti tersenyum bahkan tertawa. Tahu kenapa? Karena selama ini aku dan Mida istriku telah mempersiapkan segala sesuatunya untuk anak laki-laki. Bahkan untuk urusan nama, akupun telah menyiapkan nama untuk anak laki-laki : Yus Very Hamdani. Aku sangat menginginkan anak laki-laki, karena kedua anakku adalah anak yang sangat cantik. Sehingga aku adalah laki-laki satu-satunya di rumahku. Dan pastinya paling ganteng. Nah, sekarang di saat aku menantikan dengan penuh keyakinan bahwa anak ketigaku ini adalah anak laki-laki, Tuhan berkata lain.
"Selamat Pak Yanto, putri Bapak lahir dengan selamat." bisik Bidan yang membatu persalinan istriku 15 hari yang lalu.
Seketika itu juga harapanku untuk mempunyai saingan di rumah ini hancur tapi berarti kemenangan mutlak buatku.Hahaha. Aku rasa ini bukan hal yang patut untuk disayangkan tapi aku sangat bersyukur. Dikelilingi tiga putri yang sangat jelita, dan tentunya satu bidadari yang tak kalah cantiknya, istriku tercinta. Yang aku cintai dengan segenap perasaan cinta.
"Assalamu'alaikum.." pelan aku ucapkan salam, takut si kecil Fina sudah tidur dan terganggu oleh suaraku.
Kuajak Mak Wo masuk ke dalam kamar kami. Dan kulihat istriku mengernyit menahan sakit kepalanya sambil menyusui Fina. Fina pun tak leluasa untuk menyusu karena hidungnya yang tersumbat. Sesekali dia menangis, segera aku oleskan vicks ke dadanya dan juga punggungnya.
"Mak, tolong pijat kepalaku. Sakit sekali Mak." pinta istriku selepas menyusui Fina.
Kulihat Fina sedikit bisa tenang tidurnya. Alhamdulillah.
Aku mencium kening istriku,
"Aku lihat Dewi dan Vida dulu ya, sayang." bisikku perlahan
Sempat kulihat Mida tersenyum sangat indah, tak pernah aku lihat senyumnya yang begitu indah. Seolah aku baru pertama kali bertemu dengannya, dan aku kembali jatuh cinta pada istriku.
Kucium kening Dewi dan Vida. Mereka sudah tidur pulas. Kurapikan buku pelajaran Dewi. Dia sudah sekolah kelas 2 SD walaupun usianya baru 6 tahun. Sedangkan Vida baru kemarin dia berulang tahun yang ketiga.
"Ya Allah, sungguh aku adalah hambaMU yang sangat beruntung. Terima Kasih Ya Allah.."..
Aku kembali ke kamarku, kulihat Mak Wo sudah selesai memijat istriku.
"Sudah enakan Mas, Mida mau ngelonin Fina dulu ya.." ujar istriku lagi-lagi dengan senyum yang indah.
Aku tersenyum mengiyakan dan aku mengantar Mak Wo pulang. Sepulang dari rumah Mak Wo, aku melihat jam sudah jam 10 malam. Aku bermaksud hendak tidur, tapi aku mendengar suara Vida menangis. Aku segera berlari ke kamar putriku.
"Ibu....angan pelgi. Vida nanti ama capa??" teriaknya masih dengan sesekali menangis.
Kunyalakan lampu kamarnya, sempat kulihat Dewi merasa silau dan berbalik badan memunggungiku.
"Vida sayang...bangun Nak..mimpi apa?" pelan aku berbisik pada peri kecilku ini.
Mata Vida yang masih terpejam perlahan terbuka.
"Bapaaaaakk..Ibu mau pergi ke mana? Ko Vida ga diajak?" rengeknya manja
Aku memeluknya, kubilang kepadanya itu hanya mimpi.
"Ibu tidak kemana-mana, kan Ibu lagi bobo ama dede Fina.." balasku sambil mencium keningnya.
Vida masih menangis dan bertanya kemana Ibunya. Akupun menggendongnya ke kamarku. Kuperlihatkan Ibunya tengah tidur dengan pulas dan ada adiknya Fina di sebelahnya.Vida pun tersenyum,
"Ooo..Vida cuma mimpi ya Pak? Boleh Vida cium dede Fina ga?" tanyanya polos
Aku mendekatkannya ke adik bungsunya itu, dan kubisikkan..
"Yang sayang nanti ma dede ya..dijagain..jangan dinakalin.."
Kulihat Vida mengangguk penuh semangat dan menguap. Segera aku antarkan dia ke kamarnya untuk meneruskan tidurnya. Entah kenapa tiba-tiba aku merasa sangat takut kehilangan Mida. Sebelum aku pejamkan mataku, kucium kening istriku itu sekali lagi dan akupun tertidur.
(bersambung...)
Hmm,,, kyknya bakal mengharu biru nih ceritanya,,, Hoho,,, Apakah Bu Midah bakal meninggal beneran??? Atau??? Hehe,,, daripada penasaran,,, Lanjut dong Ummi :)
ReplyDeleteKalo lanjut, nanti hadiahnya Leon Epi 4. hihihi,,, :)
qiqiqiqii ntar dulu rain..nunggu sore..suka nongol sore idenya wkkwkwkwk
ReplyDelete